BORERO.ID – Wacana pemekaran Sofifi menjadi Daerah Otonomi Baru (DOB) yang berkembang akhir-akhir ini, membuat tokoh masyarakat di Kecamatan Oba, Asis Saubada angkat bicara.
Ia menilai, wacana yang berkembang justru membuat Warga Oba merasa keberatan dan tersinggung, karena pergerakan wacana tersebut tidak melibatkan masyarakat Oba.
“Kami tidak anti pemekaran, tapi kami menolak keras jika sejarah dan peran masyarakat Oba dihapus begitu saja,” Kata Asis Saubada kepada sejumlah wartawan, rabu 16 Juli 2025.
Ia menegaskan, gerakan awal pemekaran Sofifi, justru berasal dari inisiatif lebih dari 75 persen masyarakat Oba, yang sejak lama mendambakan percepatan pembangunan secara menyeluruh di daratan Oba.
“Namun, dalam dinamika DOB Sofifi yang terbaru, Kecamatan Oba seolah dihapus dari skema wacana pemekaran, bahkan tidak disebut sama sekali dalam narasi publik yang berkembang,” Tegas Asis
ia menjelaskan, sejak masa kepemimpinan Walikota Capt. H. Ali Ibrahim dan Wakil Wali Kota Muhammad Sinen, hingga saat ini perhatian Pemkot Tidore terhadap Kecamatan Oba sangat nyata, sehingga pihaknya merasa dihargai dan dilibatkan.
“Untuk itu kami menegaskan bahwa Masyarakat Oba, juga mengecam munculnya gerakan bertema Daerah Otonom Baru (DOB) Sofifi, yang dinilai tidak inklusif, menimbulkan keresahan publik, dan melangkahi struktur pemerintahan serta adat yang sah,” Ucap Asis.
Baginya, wacana DOB Sofifi juga dinilai hanya sebatas sensasi yang dilemparkan ke publik untuk mengalihkan perhatian dari persoalan pembangunan yang mendesak dan substansi, khususnya pembangunan di wilayah-wilayah terpinggirkan seperti Kecamatan Oba Selatan.
“Kami menduga isu ini sengaja dilempar untuk menutup perhatian atas masalah yang lebih urgen, seperti rusaknya jalan-jalan utama di Oba Selatan, terbatasnya layanan dasar, dan belum terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Ini yang seharusnya jadi prioritas, bukan wacana pemekaran yang gaduh dan elitis,”tuturnya
Ia menuturkan, prosedur pemekaran suatu wilayah sudah diatur jelas pada UU 23 tahun 2014 dan juga peraturan pemerintah nomor 78 Tahun 2007 serta regulasi lain yang menuntut keterlibatan aktif masyarakat, DPRD, pemerintah daerah, dan persetujuan pemerintah pusat.
“Tidak ada satu pun orang yang rela jika rumah dibangun di atas pekarangan pribadinya tanpa izin. Begitu juga pemekaran, tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan pemilik wilayah. Ini pelanggaran etika, hukum, dan adat,” Kata Asis.
Ia menyatakan, Sofifi merupakan kelurahan di wilayah administratif Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore yang secara adat merupakan bagian sah dari Kesultanan Tidore, dengan memiliki sejarah panjang dan diakui secara adat hingga saat ini. karenanya peran Kesultanan juga harus dihargai oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
“Kesultanan Tidore adalah pemilik sah wilayah ini secara adat. Kota Tidore adalah wilayah yang bertuan. Maka bicara pemekaran Sofifi tak bisa lepas dari Kota Tidore dan Kesultanan Tidore. Siapa pun yang mengabaikan ini berarti telah melecehkan sejarah dan adat negeri ini” Tandasnya
Ia menambahkan, sebagai bentuk solusi yang elegan dan beretika, masyarakat Kecamatan Oba justru mengusulkan agar Kota Tidore Kepulauan diperjuangkan menjadi Daerah Otonomi Khusus (DOK).
“Lebih baik kita dorong Kota Tidore menjadi Otonomi Khusus sebagai bentuk penghormatan atas sejarahnya. Nomenklatur yang tepat adalah Ibu Kota Sofifi, Kota Tidore Kepulauan, bukan menjadikannya daerah baru yang mengabaikan hak masyarakat Oba. Itu lebih bermartabat daripada memperjuangkan pemekaran penuh muatan politis,” Tutup Asis. **


