Zakat Pertanian Pala dan Cengkeh dalam Pandangan Fiqh

Cengkeh/Putri Omar (Dok : penulis/borero.id)

Penulis : Putri Omar
(Mahasiswi Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah – IAIN Ternate)

Zakat merupakan salah satu rukun Islam ketiga yang mewajibkan setiap muslim untuk menunaikannya. Kata “zakat” menurut bahasa berarti tumbuh, berkembang, subur atau bertambah. Menurut Al-Raghib Al-Istahami zakat diartikan tumbuh karena zakat dapat menumbuhkan ekonomi umat disebabkan adanya berkah Allah SWT. Makna tumbuh dann suci bukan saja diasumsikan pada harta kekayaan, tetapi juga untuk jiwa orang yang mengeluarkannya, seperti firman Allah SWT. Dalam Q.S At-Taubah ayat 103. Zakat sendiri adalah sebagai corak yang menggambarkan sistem sosial-ekonomi Islam.

Dalam pembahasannya zakat terbagi menjadi dua bagian yaitu, zakat fitrah atau zakat jiwa (zakat nafs) dan zakat maal (harta). Zakat fitrah ialah zakat yang dikeluarkan oleh setiap muslim yang mampu (Muzaki) baik yang sudah dewasa maupun belum dewasa yang ditunaikan sebelum shalat idul fitri. Sedangkan zakat maal (harta) merupakan zakat yang dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan hukum yang kekayaannya mencapai Nishab dan Haul (Sulistiani, 2019: 141). Nishab adalah harta yang telah mencapai batas minimal sehingga wajib dikeluarkan zakatnya. Dan Haul adalah batas waktu satu tahun hijriyah atau 12 (dua belas) bulan qomariyah kepemilikan harta yang wajib dikeluarkan zakat.

Ada beberapa jenis harta yang wajib dizakati salah satunya adalah hasil bumi. Zakat dari hasil bumi ini disebut sebagai zakat pertanian. Zakat pertanian yang dikeluarkan dari hasil pertanian berupa tumbu-tumbuhan, atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, tanaman hias, dan lain-lain yang merupakan tanaman pokok dan dapat disimpan (Madani, 2013: 81). Zakat pertanian berbeda dengan zakat kekayaan yang lain seperti ternak, emas, uang dan harta perdagangan. Karena dalam penunaian zakat pertanian tidak tergantung pada tempo satu tahun (Haul). Penunaian zakat pertanian dilakukan saat telah tiba musim panen sehingga seorang petani tidak perlu harus menunggu atau mengumpulkan hasil pertaniannya selama satu tahun lalu ditunaikan zakatnya. Jika telah tiba musim panen dan hasil pertaniannya telah mencapai nishab maka wajib untuk mengeluarkan zakat. Nishab untuk zakat pertanian menurut BAZNAS adalah 653 kg, dan zakat 5% bila menggunakan pengairan dan 10% jika dengan tadah air hujan.

Berbicara mengenai zakat pertanian, ada perbedaan pendapat dari beberapa ulama tentang hasil pertanian apa saja yang terkena kewajiban zakat. Menurut pendapat mazhab Malik dan Syafi’i hasil pertanian yang dizakati adalah yang dijadikan makanan pokok masyarakat setempat dan dapat disimpan seperti gandum, bijinya, jagung, padi dan sejenisnya. Sedangkan untuk hasil pertanian seperti pala, cengkeh, kemiri, kenari dan sejenisnya tidak wajib zakat sekalipun dapat disimpan karena bukan makanan pokok. Berbeda dengan pendapat mazhab Malik dan Syafi’i, Iman Abu Hanifah berpandangan bahwa semua hasil bumi yang bernilai ekonomis wajib zakat walaupun bukan menjadi makanan pokok (Qardawi, 2011: 333-336).

Dari pemikiran ulama yang telah dijelaskan diatas, penulis lebih merujuk kepada pemikiran Imam Abu Hanifah tentang semua hasil bumi yang bisa mendapatkan penghasilan atau bernilai ekonomis wajib dikenakan zakat maka hasil pertanian seperti Pala dan Cengkeh termasuk dalam harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini karena hasil pertanian Pala dan Cengkeh sangat bernilai ekonomis dan sumber pendapatan masyarakat terutama masyarakat yang ada di Maluku Utara khususnya masyarakat Kota Ternate.

Walaupun hasil pertanian Pala dan Cengkeh adalah harta yang wajib dizakati. Namun, dalam pelaksanaan zakat pertanian Pala dan Cengkeh di Kota Ternate oleh sebagian masyarakat belum sesuai dengan kaidah fiqh. Ada sebagian masyarakat yang belum mengetahui bagaimana cara perhitungan dan pengeluaran zakat pertanian pala dan cengkeh yang benar berdasarkan kaidah fiqh. Lalu seperti apa dan bagaimana perhitungan dan pengeluaran yang sesuai dengan fiqh?.

Zakat walaupun bersifat wajib bukan berarti harta yang dimiliki harus wajib dikeluarkan begitu pun dengan harta hasil pertanian Pala dan Cengkeh. Hal ini karena dalam penunaian zakat baik itu zakat pertanian harus memenuhi standar nishab yang ditentukan. Menurut BAZNAS Ternate hasil pertanian Pala dan Cengkeh nishabnya adalah 653 kg. Jadi jika seorang petani Pala dan Cengkeh yang mendapatkan hasil pertaniannya mencapai 653 kg atau lebih maka wajib mengeluarkan zakat. Sedangkan jika hasil pertanian Pala dan Cengkeh tidak mencapai 653 kg petani tersebut tidak wajib mengeluarkan zakat. Tapi yang perlu diperhatikan juga bahwa 653 kg hasil pertanian Pala dan Cengkeh ini adalah penghasilan bersih (netto) dalam artian sudah dikurangi untuk kebutuhan sehari-hari, membayar hutang, dan membayar biaya produksi atau modal. Ketika musim panen tiba masyarakat atau petani Pala dan Cengkeh yang saya temui saat membayarkan zakatnya mereka kadang masih bingung dan belum mengetahui cara perhitungan yang benar sesuai hukum Islam sehingga ketika menunaikan zakat pertaniannya mereka mengeluarkannya sesuai keikhlasan dan keinginan mereka. Padahal dalam fiqh ada cara perhitungan untuk bisa memudahkan umat Islam ketika hendak mengeluarkan zakat terutama zakat pertaniannya.

Contoh perhitungan zakat hasil pertanian Pala dan Cengkeh yang sesuai dengan Hukum Islam: Seorang petani Pala mendapatkan hasil panennya sebanyak 653 kg, hasil panen tersebut lalu dikali dengan harga Pala, harga pala tersebut misalnya 80.000, maka 653 x 80.000 = 52.240.000 lalu dikalikan lagi dengan perairan yang dipakai. Misalnya perairan yang digunakan adalah tadah air hujan maka 10%. Maka 52.240.000 x 10% = 5.224.000, zakat yang dikeluarkan petani tersebut adalah sebesar 5.224.000. Perhitungan yang sama juga berlaku pada hasil pertanian Cengkeh.

Nah, itulah contoh perhitungan pertanian Pala dan Cengkeh sesuai kaidah fiqh yang bisa penulis uraikan dalam tulisan ini. Semoga bisa memberi gambaran terhadap pembaca tentang zakat pertanian Pala dan Cengkeh yang sesuai dengan pandangan fiqh. Syukur dofu-dofu. (Put)