BORERO.ID HALBAR – Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), Tamin Ilan Abanun, menyeroti keputusan Pemda Kabupaten Halmahera Barat (Halbar).
Sorotan itu menyangkut pemindahan lokasi pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama dari Kecamatan Loloda ke Kecamatan Ibu. Ia menilai bahwa pemindahan lokasi itu sebagai bentuk korupsi kebijakan karena menabrak aturan Pemerintah.
“Itu lebih bahaya dari korupsi uang. Masa bupati berani melegalkan sesuatu yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” ujar Tamin pada Kamis, 30 Mei 2024.
Tamin menjelaskan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kerumahsakitan, ada lima kriteria lokasi untuk mendirikan RS Pratama.
Diantaranya, daerah terpencil, daerah perbatasan, daerah kepulauan, daerah pesisir, dan pulau-pulau kecil serta daerah tertinggal. Oleh karena itu, lokasi pembangunan RS Pratama di Desa Janu, Kecamatan Loloda, sudah tepat dan sesuai dengan peraturan tersebut.
“RS Pratama tidak boleh dibangun di wilayah lain yang kriterianya tidak tercantum dalam PP 47. Maka itu bukan RS Pratama, tapi RS dengan klasifikasi lain. Ini mesti dipahami. Jangan menganggap ini adalah hak prerogatif bupati lalu semaunya memindahkan lokasi pembangunan RS Pratama. Ini sangat keliru,” jelasnya.
Lebih lanjut, Tamin mengacu pada PMK Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pengelolaan DAK Fisik, yang menyatakan bahwa daerah yang mengalami bencana alam, kerusuhan, kejadian luar biasa, atau wabah penyakit menular, kepala daerah dapat mengajukan usulan perubahan atas rencana kegiatan yang sudah disetujui.
“Jika PMK ini dijadikan rujukan, tidak ada alasan untuk memindahkan RS Pratama ke Kecamatan Ibu. Sejauh ini, Kecamatan Loloda dalam keadaan baik-baik saja, tidak ada bencana alam, kerusuhan, atau lainnya. Jadi bagaimana mungkin mau dipindahkan,” tuturnya.
Sebagai dosen Fakultas Sosial dan Politik, Tamin menegaskan bahwa meskipun Desa Janu mengalami bencana, pemindahan RS Pratama harus tetap berada di Kecamatan Loloda.
Baca juga : Lokasi Rumah Sakit Pratama di Halbar Jadi Polemik
“Ini agar semangat PP 47 tetap terjaga. Jangan menyalahkan DPRD karena langkah mereka sudah benar sebagai lembaga yang mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan,” jelasnya.
“Bupati harus tunduk pada PP 47 dan PMK 25. Otonomi daerah seharusnya membuat pembangunan didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini, pemerintah pusat tidak arogan. Justru yang memaksa kehendak dan keluar dari aturan main itulah yang arogan, ” tambahnya.
Tamin menambahkan pembangunan RS Pratama ini adalah program untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin dan tidak mampu di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK).
” Selain itu, bagi daerah yang belum memiliki rumah sakit atau rumah sakit yang ada sulit dijangkau karena kondisi geografis,” tandas Tandas. (*)